Merindukan Lailatul Qadar
Ali Zain Aljufri - Mereka yang rindu akan cinta Illahi pada malam-malam menjelang akhir Ramadhan, maka semestinya lebih bersungguh-sungguh dalam beribadah. Dengan penuh harap, mendamba Malam Seribu Bulan. Itulah malam Lailatul Qadar. Ada berkah tersembunyi rahasia langit dari malam itu.
Lailatul Qadar, malam paling agung di mana para malaikat dan roh Suci mengepakkan sayapnya turun ke bumi untuk menyampaikan salam sejahtera dan kedamaian. Pada saat itu, rasa cemas menderu haru sebongkah hati para perindu, merenda rintihan do’a mohon pengampunan.
Setiap kali mereka (hamba-hamba Allah) mengingat betapa sedikitnya amal kebaikan, betapa besarnya keburukan; tampaklah dari wajah mereka air mata menetes, mengiringi setiap kalimat kegelisahan dari hatinya yang basah. Sembari mengenang kembali Nabi Adam ‘Alaihisallam dan Ibu Hawa, dua hamba Allah Subhannahu Wa Ta’ala yang terusir dari surga. Dalam derita yang ternista, mereka berdua bermunajat:
“Ya Tuhan kami, kami telah mendzolimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS Al-A’raf : 23)Penggalan akhir Ramadhan ini adalah saat untuk menanggalkan segala atribut kemaksiatan dan berganti salin dengan pakaian keridhoan-Nya yang berhiaskan maghfirah (ampunan). Mereka para perindu Illahi itu seakan membai’at untuk dirinya sendiri:
“Demi Allah, kini kuhanguskan segala amal keburukan dan kuganti dengan menebar benih kesalehan.”Betapa malunya hati bila para malaikat itu menemukan dirinya di tempat keramaian dunia yang hampa dari dzikir. Sungguh sengsaranya diri bila malam itu jiwa masih disibukkan oleh hiasan fatamorgana yang berhias diri di pusat perbelanjaan.
Adakah tujuan Ramadhan hanya untuk membelanjakan uang melebihi dari hari-hari biasa. Merajut nikmat sesaat menumpuk utang? Apakah pantas para perindu Illahi yang mengaku pengikut uswah Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mencampakkan malam kemuliaan? Berjuta hasrat meronta merebak dalam tanya. Ia melakukan muhasabah. Ia melakukan interogasi pada diri dan amal-amalnya sebelum datang di mana dirinyalah yang akan ditanya di Yaumil Akhir. Setelah menemukan kesejatian diri, melawan segala bentuk ornamen godaan dunia, kini ia tenggelam dalam makrifat memburu syafa’at Illahi. Hanya 10 dari 365 hari, ia menghabiskan waktunya dalam ibadah, bersujud hikmat sambil meneteskan air mata.
Nafasnya berdesah bagaikan bersenandung lagu cinta, menimba fatwa dari penasihatnya yang mulia, Al-Qur’an. Betapa cerianya orang yang merindu taqwa mengharap Lailatul Qadar. Seakan merintihkan rasa cemas dan harap, bila kelak waktu hamba tak sampai, ampunilah dosa-dosa hamba dan masukkanlah hamba dalam rombongan para shalihin dan muttaqiin. Aamiin!
Post a Comment for "Merindukan Lailatul Qadar"