Puasa dan Terapi Kesantunan
Ali Zain Aljufri - Banyak manfaat yang didapatkan setiap Muslim dari ibadah puasa. Salah satunya sebagai sarana melatih kesantunan dalam berinteraksi sehari-hari. Seorang Muslim yang ingin menjaga kemurnian puasanya, wajib mengembangkan cara berinteraksi yang santun. Baik dalam tutur kata, canda, maupun tingkah laku. Bahkan, terhadap orang yang berbuat kasar sekalipun.
“Apabila seseorang di antara kalian sedang berpuasa, lalu ada yang mencaci atau berbuat kasar, hendaklah ia berkata, (Maaf) saya sedang berpuasa.” (HR Bukhari dan Muslim)Kesantunan semacam ini akan berdampak besar bagi pribadi yang bersangkutan maupun orang di sekitarnya.
Pertama, akan membuatnya menjadi pribadi yang indah. Secara garis besar, Allah Subhannahu Wa Ta’ala memberi karunia dua keindahan kepada manusia: keindahan fisik dan kepribadian. Secara umum, manusia mudah terpukau keindahan fisik. Namun, keindahan fisik akan segera kehilangan kesan apabila tingkah laku dan kata-katanya kasar. Di sinilah, kesantunan menjadi faktor kunci mewujudkan pribadi yang indah.
“Sesungguhnya Allah Subhannahu Wa Ta’ala memberi (keutamaan) kepada kesantunan, yang tidak diberikan-Nya kepada kekasaran, dan tidak juga diberikan-Nya kepada sifat-sifat yang lain.” (HR Muslim)Dalam kesempatan lain, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Sesungguhnya kesantunan tidak melekat pada sebuah pribadi kecuali sebagai perhiasan, dan tidak tercabut darinya kecuali sebagai aib.” (HR Muslim)
Kedua, kesantunan bisa membentuk karakter sekitar kita. Banyak sahabat yang memperoleh hidayah setelah menyaksikan pribadi Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam yang santun. Di antaranya, Tsumamah bin Atsal Radhiyallahu ‘Anhu dan Zaid bin Sa’anah Radhiyallahu ‘Anhu.
Ketiga, kesantunan adalah pelindung hati dari noda dan penyakit kalbu. Yang perlu disadari, ketika berkata kasar dan mengumpat, sebenarnya kita tidak sedang merugikan orang lain, tapi menodai hati sendiri, mengotorinya dengan kekasaran, serta membuatnya menjadi keras.
Suatu kali, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam tengah duduk bersama Sayyidah Aisyah Radhiyallahu ‘Anha. Lalu melintaslah sekelompok orang Yahudi di hadapan beliau. Tiba-tiba mereka menyapa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dengan memelesetkan ungkapan “Assalamu’alaikum” menjadi “Assamu’alaika” (kebinasaan atasmu, hai Muhammad).
Mendengar serapah orang-orang Yahudi itu, Sayyidah Aisyah Radhiyallahu ‘Anha tidak terima. Namun, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam segera menenangkan sang istri itu dan memintanya tak merespons mereka dengan kekasaran dan kebencian yang sama. Kemudian, beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam memberikan alasan: “Sesungguhnya Allah Subhannahu Wa Ta’ala Maha Santun, dan menyukai kesantunan dalam segala hal.” (HR Al-Bukhari).
Semoga puasa Ramadhan kali ini bisa melekatkan etos kesantunan dalam keseharian kita, sehingga menjadi hamba-hamba yang disukai Allah Subhannahu Wa Ta’ala. Sebab, dalam sebuah hadits disebutkan:
“Apabila Allah Subhannahu Wa Ta’ala menyukai seorang hamba, Dia akan memberi karunia kesantunan.” (HR Muslim dan Abu Dawud)Tetap semangat menuju esok yang lebih baik lagi. Aamiin Ya Robbal ‘Alamiin!
Post a Comment for "Puasa dan Terapi Kesantunan"