Menggali Makna Idul Fitri
Ali Zain Aljufri - Makna sebenarnya dari hari raya Idul Fitri adalah ungkapan kemenangan Iman dan ilmu atas nafsu di medan jihad Ramadhan. Setelah berhasil menundukkan nafsu, kita dapat kembali ke fitrah, maksudnya kembali ke fitrah (Idul Fitri) berarti kembali ke asal kejadian. Manusia terlahir tanpa beban kesalahan apa pun. Setiap insan terlahir suci tanpa noda dan dosa. Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda dalam sebuah hadits:
Dan diriwayatkan dari Abu Hurairah juga, bahwa sesungguhnya Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Tidak ada seorang manusia yang terlahir kecuali dia terlahir atas fitrah (kesucian seperti tabula rasa, kertas yang belum ditulis apapun, masih putih). Maka kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi.”Idul Fitri ini di masyarakat kita populer dengan sebutan “lebaran”. Kata lebaran itu sendiri berasal dari akar kata “lebar” yang maknanya tentu agar di hari raya kita harus berdada lebar (lapang dada). Sifat lapang dada untuk meminta dan sekaligus memberi maaf (al-‘afwu: menghapus, yakni menghapus kesalahan) kepada sesama.
Sebagai manusia yang memiliki potensi untuk berbuat salah dan khilaf, maka saatnya kita menyadari kesalahan dan berusaha kembali ke fitrah dengan cara memperbaiki hubungan sesama (human relations) secara baik. Hari raya Idul Fitri merupakan momentum untuk menyempurnakan hubungan vertikal dengan Allah (hablun minallah) dan secara horizontal membangun hubungan sosial yang baik (hablun minnannas). Dengan begitu, terbentuklah garis plus tanda positif (+) dari persinggungan antara yang vertikal dan horizontal tadi.
Sementara itu, dalam bahasa Madura, lebaran/hari raya Idul Fitri disebut dengan “telasan”, yang merupakan dari akar kata “telas” (bahasa Jawa) yang bermakna “habis.” Jadi, “telasan” artinya habis-habisan dalam melebur dosa, kesalahan, dan kekhilafan, baik terhadap Allah Subhannahu Wa Ta’ala atau terhadap manusia sebagai sesama makhluk-Nya. Makna “telasan” jangan sampai bergeser, yakni bukan mau habis-habisan melebur dosa dan noda, tetapi malah habis-habisan dalam memborong pakaian dan jajan lebaran.
Alangkah ruginya jika umat Islam tidak memanfaatkan mudik untuk mengkonstruksi hablun minannas dengan saksama dan optimal. Selain itu, kita juga bisa memanfaatkan halal bi halal, yang merupakan tradisi khas bangsa, yang telah diwariskan oleh nenek-moyang sejak bertahun-tahun. Barangkali dengan adanya momentum ini bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk wadah silaturahim masyarakat. Dengan catatan tidak mementingkan pesta dan hura-huranya, akan tetapi lebih mengutamakan pendekatan kekeluargaan yang diwarnai kasih sayang di antara sesama manusia. Semoga kita bisa dapat menjaga fitrah. Minal ‘aidin wal faizin (artinya: mudah-mudahan kita termasuk yang kembali ke fitrah dan jadi orang-orang yang sukses). Aamiin!
Post a Comment for "Menggali Makna Idul Fitri"