Menelusuri Rumah Tangga Rasûlullâh
Ali Zain Aljufri - Di zaman ini banyak terjadi permasalahan rumah tangga di lingkungan keluarga Muslim. Konflik antara suami dan istri hingga terjadinya perceraian serta kurangnya pemahaman ilmu dalam berumah tangga menjadi salah satu penyebab ke-tidak harmonisan dalam berumah tangga. Dalam Islam misi dari berumah tangga adalah melanjutkan keturunan dan menjaga kesucian laki-laki dan perempuan. Bahkan Islam mendorong dan senantiasa membimbing agar terwujudnya sebuah pernikahan itu menjadi sakinah, mawaddah dan rohmah. Rumah tangga seorang muslim itu bukan hanya sekedar “memproduksi” anak, tapi juga menjadi hiburan yang menyenangkan bagi penghuninya.
Sebagai seorang muslim sudah seharusnya menjadikan Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai tauladan di dalam melakukan perbuatan, termasuk dalam berumah tangga. Menikah merupakan sunnah yang menjadi tuntunan yang diajarkan Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, demikian pula dalam hal berumah tangga. Bukti rumah tangga sakinah, mawaddah dan rohmah hanya bisa terwujud apabila kita mengikuti perintah Allah Subhannahu Wa Ta’ala dan mengikuti tuntunan yang di ajarkan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Dan sudah semestinya bagi kita sebagai seorang muslim mengetahui bagaimana kehidupan rumah tangga Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, hal ini di maksudkan agar mendapatkan gambaran yang benar dalam menerapkannya didalam rumah tangga kita. Agar kehidupan rumah tangga yang kita jalani tidak jauh dari teladan beliau Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dalam sebuah hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
“Sebaik-baik diantara kamu adalah yang terbaik kepada keluarganya, dan aku adalah sebaik-baik diantara kamu terhadap keluargaku” (H.R. Tirmidzi)Maka menjadi suatu kewajiban bagi kita menelusuri bagaimana rumah tangga Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang dihiasi dengan akhlaknya yang mulia. Berikut gambaran rumah tangga Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
1. Rumah Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dihiasi dengan ibadah
Tujuan menikah adalah salah satu bentuk ibadah kepada Allah Subhannahu Wa Ta’ala. Maka hiasi rumah tangga kita dengan memperbanyak taqarub (ketaatan) kepada Allah Subhannahu Wa Ta’ala, seperti qiyamullail dan membaca Al Qur’an. Suami hendaklah mengajak istrinya untuk beribadah bersama, shâum (puasa) sunnah bersama, dan beberapa ibadah lainnya yang bisa dilakukan bersama-sama. Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah mencontohkan hal itu. Beliau senantiasa menganjurkan istri-istri beliau untuk rajin dalam beribadah kepada Allah serta membantu mereka dalam melaksanakan ibadah, sebagaimana firman Allah Subhannahu Wa Ta’ala:
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, kamilah yang memberi rizki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa “. (Q.S. Thoha: 132)Sayyidah Aisyah Radhiyallahu ‘Anha menceritakan:
“Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam biasa mengerjakan sholat malam sementara aku tidur melintang di hadapan beliau. Beliau akan membangunkanku bila hendak mengerjakan shalat witir.” (H.R. Mutafaqun ‘Alaih)Suami memiliki peran sangat besar dalam meningkatkan ke-imanan dalam keluarganya sehingga ke-imanan akan selalu tumbuh dan terjaga. Ketenangan jiwa akan datang dalam sebuah keluarga karena kedekatan hubungan dengan Allah Subhannahu Wa Ta’ala.
2. Rumah tangga Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam jauh dari kemarahan dan kebencian
Suami yang temperamental bisa jadi pemicu konflik dalam sebuah keluarga. Banyak kasus terjadi seperti kekerasan dalam rumah tangga akibat suami yang mudah marah, sering mengeluarkan perkataan kasar dan ringan tangan terhadap istrinya. Hal ini sangat bertolak belakang dengan sikap Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang santun dan penyabar.
Pernah suatu ketika Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pulang larut malam, kondisi Sayyidah Aisyah yang sudah tidur karena kelelahan menjadikan Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak dapat masuk pada saat itu. Beliau tidak marah pada Aisyah karena tidak dapat masuk akan tetapi Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan amat tenang tidur di depan pintu rumah.
3. Rumah tangga Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dihiasi dengan sikap lemah lembut dan kasih sayang
Seorang suami dituntut untuk dapat bersikap lembut dan penuh kasih sayang terhadap istrinya. Sebagaimana sifat Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terhadap para istri-istrinya. Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengibaratkan seorang istri (wanita) di ibaratkan seperti tulang rusuk. Jika diluruskan dengan paksa, tulang itu akan patah. Sebaliknya, jika dibiarkan akan tetap bengkok.
Suami adalah nakhoda dalam bahtera rumah tangga, demikian syari’at telah menetapkan. Dengan kesempurnaan hikmah-Nya, Allah Subhannahu Wa Ta’ala menjadikan suami sebagai qawwam (pemimpin).
“Kaum pria adalah qawwam bagi kaum wanita….” (Q.S. an-Nisa: 34)Seorang suami yang kelak akan di tanya dan di mintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Subhannahu Wa Ta’ala tentang keluarga nya, sebagaimana sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
“Laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi keluarganya dan kelak ia akan ditanya (dimintai pertanggung jawaban) tentang mereka.” (H.R. Bukhari Muslim)Seorang suami harus mengenakan perhiasan akhlak yang mulia, penuh kelembutan, dan kasih sayang. Dalam menjalankan fungsinya ini, seorang suami tidak boleh bersikap masa bodoh, keras, kaku, dan kasar terhadap istri dan anak-anaknya.
4. Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pandai menyenangkan hati istri-istrinya.
Para suami, harus menyadari bahwa tugas istri di rumah itu sudah begitu berat. Apalagi menjadi seorang ibu rumah tangga dan mengurus anak-anak. Tentunya seorang istri sangat butuh akan hiburan. Janganlah beranggapan bahwa kehidupan rumah tangga itu harus selalu diisi dengan ibadah tanpa ada kegiatan yang menyenangkan bersama istri dan anak-anak. Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah sosok teladan yang sangat mencintai istri-istrinya dan berusaha menyenangkan hati istrinya.
Dalam sebuah riwayat diceritakan bagaimana Rasûlullâh yang saat itu sudah dewasa menuruti istrinya Sayyidah Aisyah Radhiyallahu ‘Anha yang masih belia untuk lomba lari. Bahkan Rasûlullàh pun memanggil Sayyidah Aisyah dengan panggilan sayang “Humairah” yang artinya kemerah-merahan, karena pipi Sayyidah Aisyah yang selalu memerah.
Seorang suami harus bisa menyenangkan hati istrinya. Misalkan membantu pekerjaan rumah, mengajak jalan-jalan, menemani bepergian, memujinya dan cara romantis lainnya yang bisa menyenangkan istri.
Demikianlah gambaran rumah tangga Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Semoga kita bisa membangun rumah tangga laksana surga yang dipenuhi rahmat dan kasih sayang. Rumah tangga yang bahagia, saling menyayangi dan di ridhoi Allah Subhannahu Wa Ta’ala. Aamiin Ya Robbal ‘Alamiin!
Post a Comment for "Menelusuri Rumah Tangga Rasûlullâh"