Personalitas Kaum Munafik
Ali Zain Aljufri - Dikisahkan pada saat kaum Muslimin mendengar adanya rencana penyerangan kaum kafir Qurays ke Madinah, mereka segera mengadakan musyawarah untuk menyikapi hal tersebut. Apakah serangan itu dihadapi di luar kota atau bertahan di dalam kota. Kalangan tua dari golongan sahabat berpendapat serangan tersebut akan dihadapi di dalam kota. Abdullah bin Ubay termasuk yang setuju pilihan ini. Sementara sebagian besar sahabat (mayoritas kaum muda) menginginkan serangan itu di luar kota. Mereka berkata:
“Wahai Rasûlullâh, bawalah kami keluar menghadapi musuh kita agar mereka tidak menganggap kita tidak takut dan tidak mampu menghadapi mereka.”Golongan ini terus mendesak Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam agar mau melakukan perang di luar Madinah sampai akhirnya beliau menyetujui. Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian masuk ke rumah beliau lalu mengenakan baju perang dan mengambil senjata. Melihat ini, orang-orang yang mendesak Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tersebut lalu menyesali diri karena merasa telah memaksa Rasûlullâh untuk melakukan sesuatu yang tidak diinginkan sehingga mereka berkata kepada Rasûlullâh:
“Ya Rasûlullâh, kami tidak mendesak Anda untuk keluar, padahal tidak selayaknya kami berbuat demikian. Karena itu, jika Anda suka, duduklah saja.”Mendengar ungkapan ini Rasûlullâh menjawab:
“Tidak pantas bagi seorang Nabi apabila telah memakai pakaian perangnya untuk meletakkanya kembali sebelum perang.”
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian keluar dari Madinah bersama seribu orang pasukannya menuju Uhud pada Sabtu, 7 Syawal tepat 32 bulan setelah hijrah beliau. Ketika di tengah perjalanan antara Madinah dan Uhud, Abdullah bin Ubay bersama sepertiga pasukan (umumnya terdiri atas pendukunganya) melakukan pengkhianatan dan kembali pulang dengan alasan yang dikemukakannya:
“Beliau (Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) tidak menyetujui pendapatku, bahkan menyetujui pendapat anak-anak ingusan dan orang-orang awam. Kami tidak tahu untuk apa kami harus membunuh diri kami sendiri?”Abdullah bin Haram berusaha mencegah mereka dan memperingatkan mereka agar tidak mengkhianati Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tetapi mereka menolak, bahkan tokoh mereka menjawab:
”Seandainya kami tahu akan terjadi peperangan, niscanya kami tidak akan mengikuti kalian.”
Imam Bukhari meriwayatkan bahwa kaum Muslimin berselisih pendapat mengenai tindakan desersi itu. Sebagian mengatakan, “kita perangi mereka” sedang sebagian lain mengatakan, ”biarkanlah mereka”. Selanjutnya turunlah firman Allah Subhannahu Wa Ta’ala mengenai hal ini:
“Maka mengapa kamu (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri? Apakah kamu bermaksud memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan Allah? Barangsiapa yang disesatkan Allah, sekali-kali kamu tidak mendapatkan jalan (untuk memberi petunjuk) kepadanya.” (Q.S. An-Nisa: 88)
Syaikh Dr. Muhammad Said Ramadhan Al Buthy dalam kitab Fiqhus Sirah, mengungkap pelajaran di balik peristiwa pengkhianatan kaum munafik yang dipimpin Abdullah bin Ubay ini. Menurut Syaikh Al Buthy, dalam peperangan ini kaum munafik menunjukkan sifat mereka yang asli. Sikap mereka ini mengandung banyak hikmah dan tujuan, yang terpenting adalah wujud seleksi unsur-unsur munafik dari kaum Muslimin. Selain itu sikap kaum munafikin tersebut memberikan berbagai manfaat bagi kaum Muslimin untuk menghadapi masa-masa mendatang.
Abdullah bin Ubay beralasan, pengkhianatannya itu disebabkan sikap Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang lebih mengikuti pendapat kaum muda dibandingkan pendapat kaum tua, termasuk dirinya. Namun sebenarnya menurut Syaikh Al Buthy, Ibnu Ubay melakukan desersi karena ia tidak mau berperang sebab ia tidak siap untuk menghadapi segala risikonya. Inilah ciri khas kaum munafikin: ingin mengambil keuntungan-keuntungan yang terdapat dalam Islam dan menjauhi segala tanggung jawab dan risikonya. Sesuatu yang mengikat mereka dengan Islam adalah salah satu diantara dua hal: harta rampasan yang mereka idamkan atau bencana yang dapat mereka hindarkan. Wallahua’lam!
Post a Comment for "Personalitas Kaum Munafik"