NKRI Bukan Cuma Soekarno
Ali Zain Aljufri - Membaca Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) secara komplit dengan naskah akademisnya membuat saya merasa berang. Amat terang dan jelas maksud dan tujuan dibalik RUU itu. Ada pembajakan sejarah dan penyelundupan ideologi yang membahayakan. Pancasila berdasarkan RUU itu merupakan pidato Soekarno 1 Juni 1945 yang dinyatakan di depan sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Artinya Pancasila dianggap pikiran seorang Soekarno saja.
Demikian memalukan bangsa ini. Alangkah jasa besar dan perjuangan tokoh-tokoh lain disingkirkan demi tekad dan nafsu kekuasaan. Soekarno bukanlah satu-satunya orang yang mengajukan dasar negara. Mau dikemanakan itu pidato Profesor Soepomo, Muhammad Yamin dan lain-lain yang dianggap mewakili kelompok nasionalis sekuler? Ada juga pidato tokoh-tokoh Islam seperti Ki Bagus Hadikusumo, Sukiman Wirdjosandjojo, Haji Agus Salim, apakah tokoh-tokoh lain yang mewakili kelompok nasionalis Islam dan nasionalis sekuler itu tak berpidato?
Kita sedang kembali membuka kran pro kontra ideologi. Kita terpaksa kembali lagi ke masa lalu. Ini alternatif jalan yang mundur ke belakang. Sebaiknya jangan lagi mengusik-usik perjuangan umat Islam dan kesepakatan penting sejarah. Berupa dicoretnya tujuh kata pada tanggal 18 Agustus 1945. Umat Islam sudah mengorbankan Piagam Jakarta demi persatuan dan keutuhan bangsa. Mengapa harus diusik lagi? Sedangkan bangsa ini bukan berdiri sebab jerih payah satu orang saja Soekarno saja. Ini jerih payah dan pengorbanan semua bagian bangsa. Dan paling besar berkorban umat Islam.
Pancasila tak dirumuskan oleh satu kepala manusia Soekarno saja. Pancasila merupakan hasil kompromi, kerelaan dan perjuangan umat Islam. Catat itu baik-baik! Jangan lupakan kerelaan dan perjuangan umat Islam itu.
Soekarno dikala mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, tak lupa mencantumkan piagam Jakarta yang menjiwai Pancasila dan UUD 1945. Artinya, ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi Pemeluk-Pemeluknya merupakan kata yang menjiwai konstitusi. Juga menjiwai kehidupan rakyat Indonesia yang mayoritas yaitu umat Islam.
Jadi, Pancasila bukan milik satu kelompok. Bukan sebatas pidato satu orang Soekarno saja. Tetapi merupakan titik temu atas seluruh poin-poin yang hidup dalam masyarakat. Sebab itu Pancasila disebut sebagai Filosofiche Groundslaag atau Staat Fundamental Norm.
Kita semua bermufakat Pancasila telah final. Muhammadiyah sudah memantapkan hati mewujudkan Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah. “Darul ahdi” artinya, negara tempat melaksanakan konsensus nasional. Nusantara yang terdiri dari kemajemukan bangsa, kelompok, dan daerah. Kekuayan politik setuju untuk mendirikan Indonesia. Sementara “darul syahadah” artinya, negara tempat masyarakatnya mengisi kemerdekaan dengan bermacam-macam kegiatan. Beragam aktivitas yang berguna bagi semua elemen bangsa. Harapannya, terbentuk negara yang maju, makmur, adil dan bermartabat.
Umat Islam sudah memantapkan hatinya untuk mewujudkan Pancasila sebagai falsafah dasar berbangsa dan bernegara. Bukan sekadar ideologi yang kaku, namun sebuah poin universal yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Catat penetapan hati umat Islam itu baik-baik!
Dikala umat Islam sedang berjuang menghasilkan Pancasila dalam kata dan tindakan, muncullah RUU HIP. Sebuah RUU, yang apabila meminjam istilah Doktor Yudi Latif “Ngawur semua isinya”. Definisi kepada Pancasila benar-benar buruk. Penuh dengan penyelundupan kepentingan golongan-golongan tertentu. Terbukti dengan tak dimasukkannya dalam Konsiderans RUU tersebut Ketetapan MPRS Nomor XXVI/MPRS/1966 tentang Larangan PKI dan Mengembangkan Ajaran Leninisme, Marxisme dan Komunisme di Indonesia.
Norma yang ditulis dalam RUU itu menghilangkan prinsip yang paling mendasar dari Pancasila. Menghilangkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dimpimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaran perwakilan serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Seluruh sila dalam Pancasila itu berkeinginan diperas menjadi Trisila. Lalu Eka Sila atau Gotong Royong, seperti pidato Soekarno 1 Juni 1945. Ini sih namanya “ngawur semua”. Gagasan yang biasa juga disebut sangat “dungo, dongo, kaleng-kaleng dan beleng-beleng”.
Penyelundupan Ideologi di RUU HIP
Gotong Royong itu merupakan konsep kerja kolektif. Konsep yang menjadi jualan paling laku faham komunisme. Kolektivisme merupakan kerja paksa. Kamp-kamp penampungan dipersiapkan sementara untuk manusia merupakan budak industri. Kelanjutan kolektivisme ini yaitu keadilan ditentukan oleh aparat. Persatuan itu merupakan pemaksaan, dan prinsip musyawarah cuma untuk kamera-kamera. Semua itu disebut “kolektif” atau dalam bahasa kita kini “Gotong Royong”.
RUU HIP tentu berkeinginan merumuskan ulang Pancasila menjadi sebatas etika umum. Tujuannya, hanya untuk mengkerdilkan Pancasila. Meminjam Istilah Prof. KH. Din Syamsuddin RUU HIP menurunkan derajat falsafah bangsa ini dengan memonopoli penafsiran Pancasila yang adalah kesepakatan dan milik bersama.
Oleh sebab itu, tak mungkin orang yang cinta NKRI dan orang yang menjunjung tinggi Pancasila, termasuk umat Islam, ingin melakukan pencemaran kepada Pancasila. Apalagi menghina Pancasila dengan metode-metode licik dan busuk seperti ini. Nei mungkin!
Dugaan saya, RUU HIP merupakan penyelundupan ideologi oleh ajaran-ajaran yang bertentangan dengan ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa alias atheism. Cuma mereka memakai kosakata kebudayaan. Ketuhanan yang berbudaya merupakan langkah untuk melunturkan poin ketuhanan Yang Maha Esa. Memang Tuhan siapa yang berbudaya?
Konsep gotong-royong yang dirumuskan dalam norma RUU itu tak jelas seperti apa? Apakah gotong-royong dalam melanggar hukum? Gotong-royong dalam kebiadaban? Atau gotong royong dalam hal seperti apa?
Kemanusiaan yang diceritakan dalam RUU itu ialah sebatas kemanusiaan saja. Sementara Pancasila menceritakan Kemanusiaan yang Adil dan beradab. Mengapacuma kemanusiaan saja? Sebab komunis juga mempunyai konsep kemanusiaan. Namun dalam kenyataannya mereka biadab dan menghina kemanusiaan. Artinya RUU HIP itu “mbahnya ngawur”. Juga dungu, dongo, kaleng-kaleng dan beleng-beleng. Seluruh ikhtisar dan norma tak mempunyai dasar hukum, termasuk mencantumkan Pancasila dengan seenaknya saja. Kenyataan itu dapat dibaca dalam pasal 3 RUU HIP tersebut.
Dugaan saya, mereka itu berkeinginan mengubah NKRI dan Pancasila. Caranya ialah merumuskan falsafah itu dalam norma biasa yang lebih rendah dari konstitusi UUD 1945. Apa tujuannya? Agar mereka bisa merubahnya dengan gampang suatu ketika.
Kita semua elemen bangsa dan umat Islam seharusnya waspada. MUI sudah menegaskan, dalam maklumat Nomor Kep-1240/DP-MUI/VI/2020 menyikapi RUU HIP yang akan langsung dibahas DPR. MUI mencurigai konseptor RUU HIP ini merupakan oknum-oknum yang berkeinginan membangkitkan kembali paham dan Partai Komunis Indonesia. Berikut saya kutip secara komplit komponen akhir Maklumat MUI tersebut:
“Apabila maklumat ini diabaikan oleh pemerintah, maka kami Pimpinan MUI Pusat dan segenap Pimpinan MUI Provinsi se-Indonesia mengimbau umat Islam Indonesia agar bangkit bersatu dengan segenap upaya konstitusional untuk menjadi garda terdepan dalam menolak paham komunisme dan berbagai upaya licik yang dilakukannya.”Marilah kita mengawal maklumat MUI ini demi menjaga Pancasila dan NKRI dari bahaya laten komunis. Wallahua’lam!
Post a Comment for "NKRI Bukan Cuma Soekarno"